nusakini.com-Wonosobo – Para pengajar TPQ, Madrasah Diniyah (Madin), dan pondok pesantren berharap, insentif yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak hanya diberlakukan pada satu tahun, namun terus bergulir. Sehingga para guru ngaji semakin semangat dalam menularkan ilmu kepada generasi bangsa. 

“Harapannya program ini terus berlanjut, atau tidak hanya dalam tahun ini, tetapi diberlakukan terus-menerus. Syukur-syukur bukan hanya insentif untuk para guru ngaji, tetapi juga operasional lembaga-lembaga pendidikan,” harap salah seorang pengajar TPQ, Miftah di sela penyerahan insentif secara simbolis dari Wakil Gubernur Jateng Tak Yasin Maimoen di Ponpes Salaf Putra-Putri Al-Anwar, Jawar Mojotengah, Wonosobo, Sabtu (30/3). 

Warga Kecamatan Leksono yang sudah belasan tahun mengajar di TPQ Al-Hikmah, Leksono, Kabupaten Wonosobo itu mengatakan, perhatian pemerintah terhadap lembaga dan pendidik keagamaan sudah ada, namun belum maksimal. Pemberian insentif khusus untuk ustadz dan ustadzah di Jateng yang dicairkan setiap triwulan ini merupakan titik awal perhatian terhadap TPQ Madin, dan ponpes. 

“Kami tentu sangat senang, ada perhatian dari Pemerintah Provinsi Jateng. Semoga guru TPQ, Madin, dan ponpes semakin semangat dan istikomah dalam mengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan,” terangnya. 

Meskipun nominal insentif tidak banyak, kata Miftah, tetapi akan bermanfaat. Apalagi selama ini para guru ngaji belum pernah mendapat insentif dari pemerintah provinsi. Demikian pula kebutuhan operasional lembaga pendidikan juga mengandalkan swadaya masyarakat, sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian seperti ini. 

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menjelaskan, pemerintah akan terus memajukan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, termasuk membantu meningkatkan kesejahteraan para pengajarnya. 

Ia menyebutkan, sebelumnya insentif tersebut dianggarkan sekitar Rp300 miliar. Namun, mengingat diprediksi tidak dapat terserap semuanya, anggaran yang teralisasi pada 2019 Rp205 miliar. Hal itu karena data guru ngaji penerima insentif yang masuk tidak akurat. Misalnya, ada guru yang sudah meninggal tujuh tahun silam namanya masuk daftar, begitu pula dengan TPQ atau ponpes, serta lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang belum mengantongi izin resmi dari instansi terkait. 

“Kesiapan data harus benar-benar valid, baik data administrasi pengajarnya, maupun TPQ, Madin, dan ponpes. Mari kita bersama-sama perbaiki data. Apalagi sekarang era digital, semua semakin mudah dan akurat dengan teknologi digital,” sorot pria yang akrab disapa Gus Yasin ini.. 

Mengenai keberadaan lembaga pendidikan keagamaan di Jateng, putra ulama kharismatik KH Maimoen Zubair itu menceritakan, ketika berbincang dengan Presiden RI Joko Widodo di sela kunjungan kerjanya di Surakarta beberapa waktu lalu. Mereka membahas mengenai kondisi pondok pesantren di Jateng yang mencapai lebih dari 4 ribu pesantren. 

“Jumlah pondok pesantren yang besar merupakan potensi sebagai benteng NKRI. Selain itu dengan memberdayakan santri dan ponpes yang ada, maka akan dapat memajukan ekonomi masyarakat. Salah satunya melalui program Ekotren atau ekonomi berbasis pondok pesantren yang digagas oleh Pemprov Jateng,” bebernya. 

Sebagai informasi, Pemprov Jateng mengalokasikan anggaran insentif untuk para guru agama se-Jateng sebesar Rp205,35 miliar dengan jumlah penerima 171.131 orang. Sebelumnya telah diserahkan kepada 11.882 orang di Kabupaten Pati, dan Kota Semarang 2.700 orang, kemudian pada Sabtu (30/3/2019), Purbalingga sejumlah 2.555 orang dan Wonosobo tercatat 2.000 orang. 

Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan penyerahan bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jateng, sebesar Rp 50 juta kepada pengasuh Ponpes Salaf Putra-Putri Al-Anwar Jawar Mojotengah, Wonosobo.(p/ab)